Ketika kau kirimkan
seuntai kata, terasa seperti setitik hujan di gurun saharaku
Begitu segar, sebagai
pelepas dehaga kerinduan
Yang hanya menjadi
setetes air yang tak bermakna bagi samudra mu
Berartinya semua
tentang mu
Pahitnya kenyataan
saat kau dan aku harus terpisah
Karena pilihan dan
takdir yang berbeda
Juga karena kita tlah
dewasa hingga harus memilih jalan untuk kita sendiri
Dan berjalan menjauh
dari kisah indah bersama ini
Selama kau dan aku
masih menghirup udara yang sama
Dan menjadi hamba
Tuhan yang sama
Aku akan merasa dekat
denganmu. . . .
Kerinduan yang tak
terelakkan ini. . .
Masih saja berlari
liar
Meski atas
sepengetahuanku, sulit untuk dapat berada dibawah kendaliku
Terkadang hingga
membuat goresan luka di ranah rindu
Bahkan menciderai
arti rindu
Berubah menjadi
sebuah ego untuk ingin selalu bersama
Untuk
selalu temaniku selamanya
Harus
ku kemanakan rindu yang selalu merintih ini
Yang
meratap meminta kebersamaan kita dahulu
Mungkin
rasa rindu ini tak pernah sedikitpun terlintas di benakmu
Jika
ada mungkin hanya angin berlalu
Gemerlap
kehidupan yang baru mungkin tlah merenggutmu
Dari
dekapanku, dari ikatan persahabatan kita
Mungkin
juga sekarang ini tlah silaukanmu
Hingga
cahaya rindu ini tak mampu menyentuh ruang di hatimu
Hingga
ku tak lagi menjadi bintang di malammu
Apalah
arti hadir ini ?
Yang
hanya menjadi
Lembaran
kisah lama yang pernah berlalu di buku kehidupanmu
Layaknya
bulan di siang hari
Meski
terang tak akan terlihat oleh bunga-bunga di bumi
Kebersamaan
yang mungkin tak bisa ku renggut dari takdir ini
Ingin
selalu kedekap kau agar senantiasa dekat dengan jiwa dan raga ini
Biarkan
ego ini membakar diriku
Dalam
untaian melodi rindu yang pilu
Sahabat.
. . tak ku minta permata sebagai tanda cinta
Pintaku
hanya sederhana
Yang
ku ingin hanya kau
Kau
dan aku yang terlarut dalam lautan canda tawa
Terkadang
diatas pilu sengsara
Yang
akan tetap indah karena sinar matamu
Semerindukah
ini dirimu SOBAT ? ? ?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar